UPDATESATU.COM - Memulai usaha kuliner sering kali menjadi impian banyak orang karena potensi pasarnya yang luas dan terus berkembang.
Namun, salah satu tantangan terbesar yang kerap dihadapi para calon pelaku usaha adalah keterbatasan modal. Di tengah kondisi tersebut, muncul pertanyaan yang cukup umum: apakah boleh membuka usaha kuliner dengan modal hasil pinjaman dari bank atau koperasi?
Pada dasarnya, menggunakan pinjaman sebagai sumber modal usaha bukanlah hal yang keliru, selama dilakukan dengan perhitungan yang matang dan strategi pengelolaan keuangan yang tepat.
Justru, bagi sebagian orang, pembiayaan eksternal bisa menjadi jalan untuk mempercepat realisasi bisnis mereka. Namun, perlu dicermati bahwa ada sejumlah risiko dan tanggung jawab yang menyertainya.
Oleh karena itu, sebelum memutuskan berutang demi membangun usaha kuliner, penting bagi calon wirausahawan untuk memahami aspek-aspek penting yang akan dibahas dalam ulasan ini.
Modal Bisnis menggunakan pinjaman koperasi atau bank
1. Buat Studi Kelayakan Bisnis Terlebih Dahulu
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyusun studi kelayakan bisnis (business feasibility study) secara komprehensif untuk mengetahui secara pasti berapa besar kebutuhan modal usaha Anda.
Contohnya, sebelum memutuskan meminjam dana sebesar Rp10 juta, Rp5 juta, atau Rp20 juta, Anda perlu menghitung secara rinci:
Target penjualan (sales)
Perkiraan keuntungan (profit)
Kebutuhan biaya (Capex dan Opex), seperti renovasi, desain, perizinan, pelatihan karyawan, dan biaya operasional lainnya untuk memastikan toko siap beroperasi.
Dengan mengetahui seluruh kebutuhan biaya tersebut, Anda dapat menentukan jumlah dana yang benar-benar diperlukan. Hindari meminjam dana dalam jumlah berlebihan karena akan menambah beban pengembalian di kemudian hari.
Setiap pinjaman tentu memiliki konsekuensi berupa biaya tambahan—baik dalam bentuk bunga (untuk pinjaman konvensional) maupun bagi hasil (untuk sistem syariah). Semakin besar pinjaman, semakin besar pula beban biaya tersebut.
Oleh karena itu, usahakan untuk meminjam dalam jumlah sekecil mungkin dan gunakan dana tersebut seproduktif mungkin, agar setiap rupiah yang digunakan benar-benar memberikan hasil yang optimal.
2. Susun Proyeksi Keuangan Bisnis
Anda juga perlu membuat proyeksi keuangan (financial projection) bisnis untuk memahami:
Berapa besar estimasi keuntungan maksimal dan minimal?
Bagaimana skenario terburuk jika penjualan tidak mencapai target?
Sebagai ilustrasi: proyeksi keuntungan Anda adalah Rp20 juta per bulan dalam skenario ideal. Namun, jika penjualan hanya mencapai 50%, maka keuntungan Anda bisa jadi hanya Rp5 juta. Informasi ini sangat penting untuk menyesuaikan kemampuan Anda dalam membayar cicilan pinjaman setiap bulan.
3. Perhatikan Rasio Hutang terhadap Pendapatan
Pastikan jumlah cicilan pinjaman lebih kecil daripada pendapatan bulanan bisnis.
Contoh kasus: jika cicilan per bulan sebesar Rp15 juta, sementara keuntungan bersih yang diperoleh hanya Rp5 juta, maka jelas Anda akan mengalami kesulitan finansial dan berisiko menunggak pembayaran.
4. Tentukan Skema Pengembalian Sejak Awal
Sebelum melakukan pinjaman, pastikan Anda sudah merancang skema pengembalian dana secara matang.
Tanyakan pada diri sendiri:
Apakah cicilan pinjaman sepenuhnya akan dibayar dari keuntungan bisnis baru yang akan dijalankan?
Apakah Anda memiliki sumber dana lain sebagai cadangan?
Sebagai contoh, Anda mungkin memiliki dua bisnis lain yang sudah berjalan, tetapi keuntungannya belum cukup untuk membuka usaha baru. Maka Anda memutuskan untuk meminjam dana tambahan. Namun, jika keuntungan dari kedua bisnis tersebut dapat membantu membayar cicilan pinjaman, maka hal ini bisa menjadi solusi pengembalian yang layak.
5. Siapkan Rencana Mitigasi Risiko
Apa yang harus dilakukan jika usaha yang dijalankan gagal?
Simpan keuntungan awal: Jangan langsung digunakan untuk kebutuhan konsumtif seperti membeli motor, mobil, atau properti.
Bangun dana cadangan: Simpan keuntungan bulan pertama hingga bulan ke-12 untuk mengantisipasi kemungkinan penurunan bisnis.
Investasikan keuntungan ke instrumen rendah risiko: Misalnya deposito, emas, atau reksa dana, agar tetap produktif meskipun tidak digunakan secara langsung.
Konversi keuntungan menjadi aset: Aset tersebut bisa dijual sewaktu-waktu untuk melunasi hutang jika diperlukan.
Itulah lima hal utama yang perlu Anda perhatikan dan siapkan sebelum memutuskan untuk menggunakan pinjaman sebagai modal usaha kuliner.
Semoga informasi ini bermanfaat. (*)